Saham rokok lagi jadi primadona di Bursa Efek Indonesia. Dua nama besar, PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (HMSP) dan PT Gudang Garam Tbk (GGRM), kompak meroket dalam beberapa hari terakhir. Lonjakan ini ternyata ada hubungannya dengan komentar Menteri Keuangan baru, Purbaya Yudhi Sadewa, soal kebijakan cukai.
Purbaya menilai tarif cukai hasil tembakau di Indonesia, yang rata-rata sekarang sekitar 57%, terlalu tinggi. Ia bahkan menyindir kebijakan tersebut seperti “Firaun” karena dianggap memberatkan industri, pekerja, dan petani tembakau. Investor membaca sinyal bahwa kebijakan cukai bisa dievaluasi, atau setidaknya tidak akan naik agresif seperti tahun-tahun sebelumnya. Dampaknya, saham rokok langsung terbang karena ada ekspektasi margin keuntungan perusahaan akan lebih terjaga.
Data Kenaikan Saham HMSP & GGRM
- HMSP (Sampoerna) ditutup di Rp 830 per lembar pada 25 September 2025. Dalam 52 minggu terakhir, sahamnya bergerak di kisaran Rp 496 – Rp 920. Pada 22 September 2025, HMSP sempat melonjak sekitar 22% dalam satu hari — dari Rp 685 ke Rp 815.
- GGRM (Gudang Garam) pada tanggal yang sama ditutup di Rp 14.150 per lembar. Dalam setahun terakhir, harganya bergerak antara Rp 8.300 – Rp 16.300. Saham ini juga sempat naik hampir 20% dalam sehari, dari Rp 11.250 ke Rp 13.075.
Kenapa Kebijakan Pajak Jadi Faktor Penentu?
Sektor rokok sangat sensitif terhadap perubahan kebijakan. Setiap kenaikan tarif cukai langsung memangkas margin keuntungan, sedangkan sinyal pelonggaran atau stabilisasi cukai langsung memberi harapan baru. Investor percaya bahwa kalau tarif bisa lebih realistis, kinerja keuangan HMSP dan GGRM akan lebih stabil.
Kesimpulan
Naiknya saham rokok belakangan ini jelas bukan tanpa alasan. Ucapan Purbaya bahwa tarif cukai terlalu tinggi jadi katalis utama yang bikin investor kembali melirik sektor ini. HMSP dan GGRM jadi primadona karena dianggap punya potensi menjaga keuntungan jika beban pajak bisa dikurangi.
